Kalimat lembut itu seakan hanya hembusan angin lalu buatku. Karena kamu tetap saja membalas telepon dan semua pesan singkatku. Bahkan, kadang kamu yang tak sabar menelponku.
Melihat wajah sumringah kamu saat menyambut kedatanganku siang itu, menambah keyakinanku bahwa kamu bahagia bertemu denganku.
Kaos oblong putih dan celana cargo, khas gayamu, akan langsung mengambil alih tasku dan menuntunku.
Lalu kamu akan membukakan pintu mobil dan mempersilahkanku duduk.
Indah.
Tapi memang begitulah kamu. Dari dulu.
Selalu memperlakukan aku benar-benar sebagai seorang wanita.
Menyusuri setiap sudut kota ini bersamamu seolah semua duniaku beralih. Damai dan ramah. Kalau saja bukan karena pekerjaan, ingin rasanya berlama-lama. Tetapi ini hanya bisa dinikmati beberapa jam saja.
Tuhan selalu mempunyai alasan ketika mentakdirkan kita pertemuan dan perpisahan. Pertemuan kita di kota ini 18 tahun yang lalu diakhiri lima tahun kemudian, dengan perpisahan yang menyakitkan. Kamu yang berpaling dariku membuatku memutuskan untuk menerima pinangan pria lain.
Tapi ternyata kamu tak pernah mengkhianatiku dan aku selalu bisa memaafkanmu. Menyesal berpisah? Tidak.
Kita pun bertemu kembali...walau dengan status yang berbeda, aku dengan kerajaan kecil dan kamu yang masih berkelana.
Aku tak tau sejak kapan kita mulai percakapan lagi.
Aku tak tau energi darimana yang membuatku berani menghubungimu.
Mungkin kamu saja yang tau mengapa kamu selalu ada jika ku perlu.
"Buatku, Jogja dan kamu adalah kehidupan. Dan aku ingin selamanya dalam kehidupan itu."
Itu katamu saat berjalan di sampingku. Saat kutanya mengapa kamu masih sendiri. Kesalahanmu yang dulu seolah ingin kamu tebus saat itu. Sesaat aku pun menikmatinya.
Dan aku akan mencari alasan untuk bisa terbang ke kotamu.
Tetapi kamu dan aku tau bahwa pertemuan kita ini tidak seharusnya.
Karena kamu dan aku sudah tak mungkin lagi. Kau tau bahwa aku selalu teguh dengan pilihanku. Dan aku tau kamu akan menghargai pilihanku.
"Satu jalan menujumu telah ditutup. jangan pernah kasih aku celah untuk masuk." Itu pintamu saat aku memperlihatkan kerapuhanku di depanmu.
Sungguh, bukan aku pelan-pelan membuka jalan itu. Bukan, bukan untuk menyuruhmu masuk.
Kadang aku butuh udara. Maafkan aku...
Aku tak pernah bermaksud mempermainkanmu, aku juga tak pernah menginginkan ini...
Tetapi taukah, dulu kamu harapan dalam nyataku,
Dulu kamu nafas dalam kehidupanku,
Kini kamu pelipur lara saat gundah menerpa...
Dan seandainya saja jiwa dan ragaku tak berbatas untuk mengulang waktu...
Cukup, Sandrina!
"Please, jangan hubungi aku lagi, Sandrina. Aku akan berusaha melupakanmu".
Kalimat itu selalu tergiang dalam perjalananku kali ini.
Hari ini aku dalam perjalanan ke kotamu.
Semalam kamu tau kita tidak bisa terus begini. Kamu harus temukan jalanmu.
Dan itu berarti, aku sudah berada diakhir jalan. Semua harus diakhiri.
Dan kini, Jogja tanpamu adalah kesunyian.
*Jangan serius-serius bacanya. Ini tulisan ngga jelas dan ngga ada artinya. Cuma coretan kemarin dalam bis saat penumpang lain tidur dan gue bingung mau ngapain.
aku seriussss
ReplyDeleteBhuahahaha....
DeleteKoq aku mendadak serius ya baca ini ?
ReplyDeleteJgn biasa mendadak, mba...bingungin org nanti...:D
DeleteJgn biasa mendadak, mba...bingungin org nanti...:D
Delete