kamunaku.com: Stigma dan Diskriminasi dalam Respon HIV

Stigma dan Diskriminasi dalam Respon HIV

Tuesday, July 16, 2024

Beberapa waktu lalu, aku berkesempatan menghadiri Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan oleh Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI). Aku hadir bersama beberapa teman dari Emak Blogger, yang diundang untuk menghadirinya.
Ini bukan pertama kalinya aku mengenal IPPI. Sedikit cerita, setahun yang lalu, saat mengikuti kelas Training of Trainer Internet Sehat, aku bertemu dengan Sylvia, seorang perempuan berusia sekitar 30-an. Sylvia juga peserta pelatihan ToT itu. Saat berkenalan, dia membuka percakapan dengan bertanya, apakah aku tidak takut padanya, karena dia adalah perempuan dengan HIV.

Bukannya menjawab, aku malah balik bertanya, 'Apa yang harus saya takuti?' Karena aku tahu, setiap peserta yang diterima di kelas ini pasti sudah melalui proses pendaftaran lengkap. Sylvia sendiri terdaftar sebagai perwakilan dari IPPI.

IPPI. Komunitas ini memiliki misi mulia, yaitu untuk memberdayakan perempuan dengan HIV atau yang terdampak HIV agar mampu menjalani hidup lebih bermakna, mandiri, dan sejahtera.

Balik ke acara FGD bersama IPPI.
Tema diskusinya adalah “Stigma dan Diskriminasi dalam Respon HIV: Mengenal Situasi HIV dan Komunitas Orang dengan HIV.” Diskusi ini membuka wawasan tentang tantangan besar yang dihadapi orang dengan HIV dan terdampak HIV, terutama perempuan, dan bagaimana kita semua bisa berkontribusi untuk menciptakan perubahan.

Stigma dan Diskriminasi
Stigma dan diskriminasi adalah dua hal yang terus menjadi penghalang utama dalam upaya penanganan HIV. Dari diskusi ini dijelaskan bahwa stigma terhadap ODHIV sering kali muncul dari kurangnya pemahaman dan informasi yang benar. Masih sedikitnya informasi, dan issu mengenai HIV yang tidak disampaikan secara masif dan teratur, membuat pemberitaan mengenai HIV jadi agak seporadis.
Hal ini kemudian berdampak pada berbagai aspek kehidupan, seperti:

1. Akses terhadap Layanan Kesehatan
Banyak ODHIV, terutama perempuan, merasa takut untuk memeriksakan diri atau mendapatkan pengobatan karena khawatir akan dihakimi oleh tenaga medis atau masyarakat sekitar.

2. Hubungan Sosial
Masih ada ODHIV yang mengalami penolakan dari keluarga, teman, bahkan lingkungan kerja, yang memperparah kondisi psikologis mereka.

3. Hak sebagai Perempuan
Perempuan dengan HIV sering kali menghadapi diskriminasi—bukan hanya karena status HIV-nya, tetapi juga karena norma gender yang membatasi ruang gerak mereka.

Ayu Oktarani (Koordinator Nasional IPPI) menceritakan, bagaimana sulitnya menghimpun kebutuhan teman-teman HIV ini, menghadapi situasi, merespon persoalan-persoalan di lapangan — persoalan nya sangat kompleks — dimana perempuan HIV masih dilihat dalam konteks medis, tidak secara holistik dilihat sebagai manusia dengan segala kebutuhannya. Sehingga terlihat mereka masih terkotak kotakan. 

Perempuan dan Kerentanan terhadap HIV
Kerentanan Perempuan Terhadap HIV : Kenapa Lebih Tinggi?
Meski prevalensi HIV pada perempuan lebih rendah dibanding laki-laki, kerentanan perempuan terhadap virus ini sebenarnya jauh lebih besar. Berikut adalah beberapa alasan utamanya :

Resiko lebih tinggi dalam hubungan seksual
Penularan HIV dari laki-laki ke perempuan saat hubungan seksual lebih mudah terjadi dibandingkan sebaliknya. 

Kontur Reproduksi Perempuan
Secara biologis, struktur alat reproduksi perempuan lebih mudah terpapar dan menyerap virus saat berhubungan seksual. 

Kodisi-kondisi Sosial
Perempuan menghadapi tantangan yang sangat signifikan, terutama dalam hal posisi tawar terhadap pasangan. Faktor budaya dan norma sosial seringkali menempatkan perempuan dalam posisi yang pasif.
 
Masih banyak masyarakat yang belum memahami bagaimana HIV ditularkan, sehingga stigma semakin berkembang. Penekanan bahwa HIV tidak menular melalui sentuhan, berbagi makanan, atau kontak sehari-hari— adalah fakta yang perlu lebih serindisampaikan.
HIV bukan penyakit turunan, sehingga tidak semua anak yang terlahir dari ibu HIV anak akan HIV. Akan tetapi resiko anak tersebut terinfeksi lebih besar. Perempuan dengan HIV juga memiliki risiko penularan kepada bayi yang dikandungnya. jika tidak mendapatkan terapi antiretroviral (ARV) yang tepat. Hal ini menambah kompleksitas tantangan yang dihadapi perempuan.

Komunitas seperti IPPI memegang peran penting dalam mendukung ODHIV, baik melalui pemberdayaan ekonomi, pendampingan psikologis, maupun advokasi kebijakan.
Berbagai inisiatif yang dilakukan IPPI untuk mendukung perempuan dengan HIV. Beberapa di antaranya meliputi:

1. PMTCT (Prevention Mother to Child Transmission) pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak. IPPI mendampingi perempuan HIV yang hamil, supaya (targetnya) anak yang dilahirkan tidak terinfeksi. Jd perempuan HIV bisa menikah, bisa punya pasangan yang tidak terinfeksi HIV,  dan juga mempunyai anak.

2. IPPI menciptakan ruang aman bagi perempuan dengan membangun sistem penerimaan aduan untuk perempuan HIV yang mendapat perlakuan kekerasan berbasis gender.

3. IPPI mendorong perempuan terdampak HIV untuk mandiri, bahkan menjadi role model yang baik bagi perempuan lainnya.

Kenapa Perempuan Harus Didukung?
Saat ini semua orang sudah membicarakan HIV, tetapi apakah perempuan dengan HIV itu sendiri menyadari peran mereka, posisi mereka untuk bisa berbaur dengan perempuan lainnya. Dan perempuan lain bisa aware untuk mencegah HIV pada dirinya, juga bisa menjadi support bagi perempuan dengan HIV.
Kita tidak hanya perlu mendukung perempuan yang sudah terpapar, tetapi juga mendorong pencegahan dan melawan stigma yang membatasi akses mereka.

 

Pemahaman yang didapatkan dari diskusi ini adalah : berbicara soal HIV bukan hanya soal angka, tetapi soal martabat, keadilan, dan hak perempuan untuk hidup sehat dan bermakna. Mari kita semua ambil peran dalam mendukung perempuan, baik melalui edukasi, empati, maupun aksi nyata.

Jika kamu tertarik mengetahui lebih lanjut tentang IPPI atau bergabung untuk mendukung program mereka, jangan ragu untuk mencari tahu lebih banyak. Karena setiap langkah kecil yang kita ambil bisa menjadi perubahan besar bagi mereka yang membutuhkan.

"Tidak apa nilai kita berbeda, Namun...perbedaan nilai jangan dijadikan alasan untuk menyebar kebencian atau menyakiti orang lain"  (IPPI)




No comments:

Post a Comment